Apa Itu Pendidikan Kristen?

Pendidikan Kristen adalah
Pendidikan yang berdasarkan firman Allah dan di dalam bimbingan Roh Kudus melakukan suatu proses belajar mengajar yang sistematis dan melalui pembimbingan yang diarahkan pada pengenalan dan perjumpaan dengan Tuhan Yesus Kristus, sehingga mengalami pertumbuhan spiritual, kognitif, afektif, psikomotorik dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari sebagai pengabdian diri sendiri kepada sesama dan bagi kemuliaan Tuhan.

Penjelasan kata-kata penting:
1. “…berdasarkan kepada firman Allah…”
Mengapa harus berdasarkan firman Allah? Hal itu didasarkan pada kebenaran yang Alkitab nyatakan bahwa segala pengetahuan bersumber dari Allah. Sebagaimana dinyatakan dalam Amsal 2:6 “Karena Tuhanlah yang memberikan hikmat, dari mulut-Nya datang pengetahuan dan kepandaian.” Hal ini senada dengan pandangan dari Calvin (2000:22) yang berkata “…tiada seorang dapat mencicipi sedikit pun dari ajaran sehat dan benar tanpa menerima pelajaran dari Kitab Suci.” Jadi, tidak ada ajaran sehat yang tidak berdasar dari kebenaran firman Tuhan. Oleh karena itu, pengetahuan yang bersumber dari Allah telah menjadikan segala kebenaran adalah kebenaran Allah (Holmes, 2000;21). Berdasarkan prinsip inilah kekristenan melakukan pendidikan yang bersumber atau berdasar kepada firman Allah.
Pendidikan yang berdasarkan firman Tuhan ini bukanlah berarti bahwa semua isi pelajaran adalah pembahasan firman Tuhan. Kebenaran Alkitab bukan sebagai penyataan lengkap atau secara mendetail mengenai segala sesuatu yang ingin diketahui manusia, tetapi sebagai tuntunan yang sesuai dengan iman dan prilaku umat Allah.
Mengapa firman Tuhan sebagai tuntunan? Karena kalau kita kaji secara disiplin ilmu maka pengetahuan manusia mengenai matematika dan sains muncul dari sumber lain di luar Alkitab. Pengetahuan sejarah dan filsafat saling tumpang tindih dengan pengetahuan Alkitab di sana sini. Akan pengetahuan sejarah Eropa Modern tidak ada dalam Alkitab. Oleh karena itu, maksud dari pendidikan berdasarkan firman Tuhan dalam penerapannya adalah semua mata pelajaran umum/sekuler diberikan pemahaman yang sesuai dengan firman Tuhan, misalnya dalam masalah-masalah biologis, evolusi, dsb.
Mengapa harus menekankan otoritas firman Tuhan? Kalau kita memperhatikan sejarah dunia ini maka sejarah pun sucah mencatat bahwa firman Tuhan tidak selalu menjadi dasar pendidikan. Hal itu terbukti pada abad 14, dunia ilmu pengetahuan berada di bawah otoritas gereja Katolik. Dalam keadaan tersebut Galileo Galilei (1564-1642) harus dihukum walaupun benar (Pringgodido, 1990:348). Oleh karena penyelewengan otoritas Alkitab di dalam gereja Katolik tersebut maka Marthin Luther menegaskan “Sola Scriptura”, hanya Alkitab sumber dan otoritas tertinggi, bukanlah gereja atau pun lainnya. (Meyer, 1979:610)

2. “…di dalam bimbingan Roh Kudus…”
Sebagai seorang perancang kurikulum pendidikan maupun pelaksana pendidikan haruslah berdasarkan Alkitab yang dibimbing Roh Kudus.
Mengapa harus di dalam bimbingan Roh Kudus? Firman Tuhan dalam Johanes 16:13 menyatakan:
Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran; sebab Ia tidak akan berkata-kata dari diri-Nya sendiri, tetapi segala sesuatu yang didengar-Nya itulah yang akan dikatakan-Nya dan Ia akan memberitakan kepadamu hal-hal yang akan datang.

Berdasarkan nats tersebut kita mengerti bahwa Roh Kuduslah yang memimpin setiap orang yang belajar kepada kebenaran. Dengan kata lain, jika bukan Roh Kudus yang memimpin maka terjadilah kebalikannya.
Calvin (2000; 26) juga pernah berkata ”Hanya orang yang mendapat ajaran batiniah dari Roh Kudus itulah yang sungguh-sungguh bertumpu pada Alkitab.” Jadi, penjabaran Alkitab di dalam setiap aspek pendidikan Kristen bisa terlaksana karena adanya orang-orang yang mendapat bimbingan Ajaran sehingga mau sungguh-sungguh tunduk dan mau menerapkan Alkitab itu dalam setiap aspek pendidikan.
Bentuk nyata dari bimbingan Roh Kudus itu di dalam setiap perancang dan pelaksana pendidikan adalah adalah:

Roh Kudus yang akan mengajarkan segala sesuatu yang sesuai dengan Kehendak Tuhan kepada setiap aspek pendidikan, Yoh 14:26,

“tetapi Penghibur, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa dalam nama-Ku, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu.”

3. Roh Kudus akan memimpin proses dan hasil dari pendidikan itu untuk memuliakan Tuhan,
Yoh 16:14,

“Ia akan memuliakan Aku, sebab Ia akan memberitakan kepadamu apa yang diterimanya dari pada-Ku.”

4. “…dalam suatu proses belajar mengajar yang sistematis…”
Pendidikan merupakan suatu proses belajar mengajar, yang di dalamnya bukanlah hanya mengutamakan hasil akhir tapi setiap langkah-langkah di dalam mencapai tujuan atau hasil akhir. Oleh karena itu, sebelum pelaksana pendidikan dan para guru melakukan tugas mengajar dalam proses belajar mengajar maka haruslah terlebih dahulu menyusun segala hal yang berhubungan dengan pendidikan tersebut. Di dalam penyusunan akan proses belajar mengajar perlu adanya langkah-langkah yang sistematis, bukan asal ada atau ambil ide dan pelaksanaan dari sana-sini.
Kesistematisan itu bersikap menyeluruh dalam setiap aspek pendidikan. Kalau kita perhatian ketentuan dalam menyusun kurikulum maka menurut Nasution terdiri dari beberapa faktor, yaitu Scope atau ruang lingkup, Sequence atau urutan, kontinuitas, integrasi, keseimbangan, distribusi waktu. Khusus dalam faktor sequence atau urutan dinyatakan bahwa disiplin ilmu harus tersusun secara logis-sistematis. Tujuan dari susunan yang logis-sistematis ini berdampak pada siswa sehingga akan dapat pula pengetahuan dan pola berpikir logis-sistematis.

5. “…pengenalan dan perjumpaan dengan Tuhan Yesus Kristus…”
Filsafat pendidikan haruslah menyadari realitas utama dan akhir dalam pendidikan adalah pengenalan akan Tuhan dan perjumpaan dengan Tuhan Yesus Kristus. Mengapa hal ini penting dalam filsafat pendidikan? Karena dalam dunia pendidikan ada banyak bahkan hampir semua aliran filsafat pendidikan beranggapan bahwa realitas akhir dari pendidikan adalah terjadinya transformasi. (Knight, 2000;38-125).
A.A. Smith menyatakan:
“…memang perlu setiap macam pola buruk dalam gelanggang sosial dibinasakan, namun realisme Kristen tidak kunjung berilusi bahwa pembinasaan itu akan mencabut akar kejahatan dari dalam diri insani. Tatkala liberalisme memeluk gagasan bahwa manusia pada dasarnya adalah baik, ia jatuh secara gampang pada ilusi bahwa akar dosa pada pokoknya tinggal dalam kekuatan-kekuatan yang tidak bersifat pribadi.” (Boelkhe, 2005;679)
Pendidikan Kristen pasti mengharapkan salah satu realitas akhir dari pendidikan adalah terjadinya tranformasi atau perubahan dalam diri anak didik. Akan tetapi pendidikan Kristen harus mempunyai filsafah pendidikan yang jelas bahwa bahwa anak didik adalah orang berdosa yang membutuhkan kelepasan dari dosa sehingga dapat mengalami tranformasi ke arah pertumbuhan yang baik dan bertanggung jawab di bawah bimbingan Roh Kudus. Jalan keluar untuk melepaskan anak didik dari dosa itu adalah Tuhan Yesus, bukan pendidikan sebab pendidikan hanyalah sebagai sarana atau alat yang membimbing atau menolong anak didik kepada Tuhan Yesus.

Oleh: Bhaktiar Sihombing

, , , , , , , , , , , , ,
Menu